SEJARAH KOPERASI INDONESIA
Keberadaan koperasi di Indonesia diawali tahun 1886. Tepatnya 16 Desember 1886, ketika R. Aria Wiraatmadja, Patih Purwokerto, mendirikan Hulp en Spaarbank. Lembaga dengan model koperasi kredit Reiffeisen itu dimaksudkan untuk menolong kaum priyai dari cengkraman lintah darat.
Upaya R. Aria Wiraatmadja mendapat dukungan yang luas dari kalangan pejabat pemerintahan kolonial. Sejak saat itu, koperasi mulai digiatkan dan ditempatkan sebagai bagian dari pelaksanaan politik etis.
Perkembangan koperasi sebagai gerakan rakyat mulai muncul tahun 1908. Gerakan yang dimotori oleh Boedi Oetomo itu ditandai dengan pendirian koperasi rumah tangga. Pada tahun 1913, Syarikat Dagang Islam membangkitkan kehidupan berkoperasi di kalangan pedagang dan pengusaha tekstil bumi putra. Dan tahun 1927, kelompok Studie Club (Persatuan Bangsa Indonesia) membangkitkan gerakan koperasi sebagai wahana pendidikan ekonomi rakyat dan nasionalisme kebangsaan.
Setelah Indonesia merdeka, gerakankoperasi yang terpencar-pencar itu akhirnya berhasil dipersatukan. Meskipun dalam situasi genting, masyarakat koperasi tetap menggelar Kongres Gerakan Koperasi Pertama di Tasikmalaya, pada tanggal 12 Juli 1947, yang dihadiri oleh 500 utusan dari Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Kongres yang bersejarah itu telah menetapkan 10 keputusan, yaitu :
Pertama; dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia atau disingkat SOKRI yang berkedudukan di Tasikmalaya.
Kedua; Koperasi Indonesia berasaskan gotong-royong.
Ketiga; menetapkan Peraturan Dasar SOKRI.
Keempat; Pengurus SOKRI disusun secara Presidium dengan menetapkan Niti Sumantri ketua yang diserahi kewajiban untuk menyusun Badan Pekerja serta segala sesuatu yang berhubungan dengan keputusan Kongres.
Kelima; kemakmuran rakyat harus dilaksanakan berdasarkan pasal 33 UUD 1945 dengan koperasi rakyat dan koperasi ekonomi sebagai pelaksana.
Keenam; mendirikan Bank Sentral Koperasi.
Ketujuh; ditetapkan pembentukan Koperasi Rakyat Desa yang menangani usaha kredit, konsumsi dan produksi dengan pernyataan bahwa Koperasi Rakyat Desa harus dijadikan dasar susunan SOKRI.
Kedelapan; memperhebat dan memperluas pendidikan koperasi rakyat dikalangan masyarakat.
Kesembilan; distribusi barang-barang penting harus diselenggrakan oleh koperasi.
Kesepuluh; memutuskan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi yang setiap tahun harus diperingati.
Dalam perjalanan kemudian, setelah mengalami pergantian nama beberapa kali, pada tahun 1968 nama SOKRI diubah menjadi Dewan Koperasi Indonesia atau disingkat DEKOPIN hingga sekarang.
DEKOPIN merupakan lembaga tunggal gerakan koperasi Indonesia sebagaimana digariskan dalam penjelasan Pasal 57 UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992.
Sebagai lembaga gerakan koperasi yang otonom, DEKOPIN bertugas memperjuangkan cita-cita gerakan koperasi Indonesia, menyalurkan aspirasi anggota, menjadi wakil gerakan koperasi koperasi di dalam dan di luar negeri, serta berperan sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan koperasi.
Untuk menjalankan peran dan fungsinya di seluruh wilayah Indonesia, gerakan koperasi di wilayah propinsi membentuk Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (DEKOPINWIL), dan di wilayah kabupaten/kota membentuk Dewan Koperasi Indonesia Daerah (DEKOPINDA). DEKOPINWIL dan DEKOPINDA merupakan bagian integral dari DEKOPIN.
DEKOPIN berkedudukan di Ibukota negara RI, Jakarta, 34 DEKOPINWIL berkedudukan di tingkat propinsi; dan 514 DEKOPINDA berkedudukan di tingkat kabupaten/kota. Keangotaan DEKOPIN terdiri dari koperasi yang berbadan hukum dengan ketentuan sebagai berikut:
- Koperasi sekunder yang keanggotaannya meliputi seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari satu wilayah provinsi mendaftar ke DEKOPIN.
- Koperasi primer dan/atau koperasi sekunder yang keanggotaannya meliputi wilayah provinsi, atau lebih dari satu wilayah kabupaten/kota mendaftar ke DEKOPINWIL.
- Koperasi primer yang keanggotaannya meliputi satu wilayah kabupaten/kota atau kurang mendaftar ke DEKOPINDA.
DEKOPIN dipimpin oleh Ketua Umum yang yang dipilih dari dan oleh anggota dalam Musyawarah Nasional (MUNAS). DEKOPIN menganut sistem kepemimpinan secara kolektif dalam bentuk Pimpinan Paripurna dan Pimpinan Harian yang terdiri dari Wakil Ketua Umum dan Ketua Komite. MUNAS juga mengangkat pengawas DEKOPIN, untuk menjalankan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan DEKOPIN.
Untuk memberikan masukan, saran dan pertimbangan yang berkaitan dengan kebijakan perkoperasian dan pembangunan nasional, Pimpinan Paripurna mengangkat dengan Penasehat dan Majelis Pakar. Dan untuk membantu pelaksanaan tugas operasional Pimpinan Paripurna dan Pimpinan Harian, DEKOPIN membentuk Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.